Entri Populer

Senin, 24 November 2008

TENGGELAMNYA JAKARTA DI TAHUN 2035!

Kali Cuplak, Srengenge.com. Pagi itu, hari Jum’at tanggal 27 Juli 2035 cuaca di Jabodetabek bersinar lebih terang seperti biasanya, bahkan terangnya sinar matahari yang menembus ke bumi pada jam 06.00 pagi layaknya sinar matahari yang menyinari pada jam 09.00. Betapa teriknya! sementara temperature merambat naik ke angka 34,5◦C sungguh pagi yang amat panas. Sementara orang-orang sudah mulai sibuk beraktivitas seperti biasanya, baik yang ke kantor, ke sekolah, berdagang, dll sementara arus lalu lintas kemacetannya semakin tidak terkendali, penuh sesak sehingga jarak antar kendaraan yang satu dengan yang lainnya menjadi sangat rapat sampai nyaris sulit untuk bermanuver.

Rupanya cuaca yang anomaly sejak sepuluh tahun terakhir ini terus berlanjut, sehingga anomalinya cuaca sangat sulit diprediksi bahkan tak ubahnya seperti nilai tukar mata uang asing atau perdagangan bursa, atau kata orang Medan bilang layaknya perawan bertingkah, sehingga pihak BMG sendiri mengalami kesulitan dalam menginformasikan cuaca, sementara di kawasan Puncak dan Bogor sudah lebih dari satu jam hujan turun dengan sangat lebatnya, bahkan, dan pada hari itu jam 10.25 WIB cuaca di Jabodetabek secara tidak diduga dan dengan tiba-tiba berubah dengan cepat berubah menjadi kumpulan awan hitam pekat, bahkan situasinya seperti keadaan malam hari layaknya pukul 20.00 WIB, mengerikan sekali! Dibeberapa tempat di Jabodetabek yang sudah dikenal dengan rawan petir kali ini petir menyambar-nyambar hampir di semuat tempat yang disertai dengan tiupan angin kencang, sehingga hal ini membuat panik dan ketakutan semua orang baik yang berada didalam rumah, jalan, kantor, sekolah, pasar, dan lain tempat.

Dengan waktu yang sangat cepat hujan pun turun dengan sangat-sangat lebatnya, hujan ini turun selama 4 (empat) jam tanpa henti kejadian ini dengan cepat membuat air kali meluap tak terkendali, baik itu sungai Ciliwing, Cisadane, sehingga dengan cepat pula melimpas ke kali-kali kecil yang membelah kota Jakarta dan akhirnya membanjiri hamper semua akses jalan di Jakarta dan wilayah-wialayah lainnya di Bodetabek. Banyak orang-orang yang tidak sadar dan tidak sempat lagi untuk bertindak menyelamatkan diri, karena banjir sudah melanda semua kawasan Jakarta, bahkan kawasan yang dulu dianggap bebas banjir seperti kawasan di Selatan Jakarta juga mengalami hal yang sama, keadan yang lebih parah adalah kawasan jalan protokol seperti Jalan Sudirman, Thamrin, Kuningan, Gatot Subroto sudah terendam banjir seukuran leher orang dewasa, banyak kendaraan bermotor baik roda dua maupun empat tidak dapat lagi membebaskan diri dari banjir, efek lainnya dari banjir maha dahsyat ini situasinya adalah :

Jakarta Pada Umumnya :

Kawasan Thamrin adalah lokasi yang paling parah diterjang banjir, yakni kedalam air dikawasan ini mencapai 150 cm, Sudirman 140 cm, Kuningan dan Gatot Subroto masing-masing 140 cm, adapun kawasan perumahan baik yang berada di Menteng, Pejompongan, Bendungan Hilir, Karet, Warung Buncit, Kebayoran Baru rata-rata sudah terendam air sedalam 100 cm sedangkan kawasan Jakarta sudah tenggelam dilahap banjir, musibah ini meluas hingga ke jalan tol dalam kota, efek dominonya adalah semua kendaraan mulai dari akses masuk Jakarta, seperti tol Jakarta – Cikampek, Jagorawi, Tangerang mengalami stagnan alias tidak dapat bergerak sama sekali, sementara ratusan ribu orang berusaha keluar dari kepungan banjir ini dengan cara berjalan kaki menuju rumahnya masing-masing, mereka menjadi takut karena telah berpisah dengan Suami, isteri, anak-anak, orang tua, dan saudara-saudara mereka, sedangkan mobil-mobil yang mereka kendarai mereka tinggalkan begitu saja di jalan, situasi ini membuat kemacetan semakin tidak terkendali dan kacau balau, begitu pula kendaraan-kendaraan yang berada di jalan tol banyak pula yang ditinggalkan pengemudinya begitu saja.

Pada saat yang sama pihak pemerintah menyiarkan melalui radio, televisi untuk melakukan pemadaman listrik secara total di wilayah Jawa dan Bali. Khawatir akan hal ini maka semua aktivitas dihentikan, para karyawan kantor, pabrik, anak sekolah dipulangkan dan diliburkan sampai keadaan kembali normal, namun sedikit terlambat dan ini semakin membuat kepanikan terjadi dimana-mana, mereka berupaya menembus kepungan banjir dengan cara berjalan kaki, karena semua jenis alat transportasi sudah tidak mampu lagi menembus banjir, banyak pula yang bertahan di gedung-gedung tinggi namun mereka tinggal didalam gedung yang tanpa penerangan dan bahan makanan, begitupula dengan yang berada dikawasan perumahan banyak diantara mereka yang tidak sempat menyelematkan barang-barang berharga, dan mereka menyelamatkan diri ke atap rumah.

Kawasan Sekitar Jakarta dan Luar Jakarta :

Buat kawasan pinggiran Jakarta yang selama bertahun-tahun menjadi langganan banjir, sudah dapat diduga kawasan ini makin tenggelam seperti wilayah Ciledug-Tangerang, juga Bekasi, Depok yang sudah sulit menghindar dari banjir dahsyat ini, begitu pula kawasan-kawasan lainnya, adapun kawasan lain yang memiliki ketinggian 40 meter di atas permukaan laut yang selama ini dikatakan bebas banir juga tak luput terjangan banjir maha dahsyat yang turun selama 4 (empat) jam, walau hanya sebatas betis orang dewasa.

Adapun wilayah Krawang dan sekitarnya juga mengalami hal yang sama, banjir telah banyak merendam ratusan hektare sawah, perkebunan dan kawasan industri yang ada di daerah tersebut, banjir dahsyat juga melanda kawasan Pantura, sepanjang jalur mulai dari Sukamandi hingga Cirebon terendam banjir dan membuat jalur lalu-lintas dari segala jenis jalan menjadi terputus dan tidak berfungsi mulai dari Cirebon sampai Jakarta!

Akibatnya infrastruktur jalan di Jabodetabek untuk semua kelas jalan 80% nya menjadi rusak, disana-sini banyak jalan yang aspalnya tergerus dan menjadi berlubang besar, diperkirakan jumlah total panjang jalan lebih dari 1.000.000 km2 sangat memerlukan perbaikan jalan segera, sehingga pemerintah daerah gabungan memerlukan 34.500 ton aspal! Ini hanya untuk Jabodetabek dengan perkiraan kebutuhan anggaran Rp. 310 milyar dengan asumsi harga aspal saat itu mencapai Rp. 9.000.000/ton, bayangkan saat ini propinsi Jawa Barat saja hanya butuh 20.000 ton aspal setahun (2008) untuk memperbaiki seluruh jaringan jalan yang ada, belum lagi kerusakan lainnya seperti hancurnya ribuan rumah sehingga banyak orang yang kehilangan tempat tinggal, robohnya ratusan tiang listrik, dan kerusakan fatal infrastruktur lainnya. Penyakit pasca banjir pun juga telah mengintai seperti diare, gatal-gatal, dan berbagai jenis penyakit lainnya yang timbul.

Dibalik musibah ini rupanya ada fenomena yang menakjubkan, mendadak setiap insan menjadi bertabiat baik, saling tolong menolong, hebatnya semua jenis tempat ibadah mendadak menjadi penuh sesak oleh orang-orang yang ingin bertaubat , bahkan mereka rela menunggu giliran untuk beribadah, namun tidak sedikit pula yang berubah jadi gila!, semoga saja keasadaran untuk berbuat baik ini tidak hanya sebatas dikala musibah datang dan setelah musibah berlalu sifat bengis, serakah, korup, kembali menghampiri. Selama itu pula wilayah Jabodetabek terisolir oleh banjir, dan warganya terancam bahaya kelaparan karena wilayah ini sukar ditembus dari luar untuk memberikan bantuan pangan, obat-obatan, dlsb, bila hal ini terlambat diantisipasi oleh Pemerintah maka kesadaran taubat massal yang terjadi akan berubah menjadi chaos bahkan lebih mengerikan lagi karena masing-masing saling berebut bantuan makanan, obat-obatan, pakaian, demi kepentingan dirinya sendiri dan kelompoknya.

Penyebab-penyebab Musibah Banjir Dahsyat Itu Adalah :

1. Penduduk Jabodetabek di tahun 2035 diperkirakan mencapai 40 juta penduduk, suatu jumlah yang sangat fantasis dan setara dengan jumlah penduduk di benua Australia sekarang, dimana sebanyak 22 jutanya tinggal di Jakarta. Kaum urban yang tidak memiliki tempat tinggal inilah yang turut pula memberikan kontribusi terjadinya banjir yang maha dahsyat itu, karena mereka mendiami bantaran kali-kali besar yang melintas mulai dari pinggiran Jakarta hingga kedalam kota.

2. Sektor ekonomi informal yang banyak dilakoni oleh para kaum urban untuk menyambung hidup di kota megapolitan ini sudah tidak lagi mengindahkan ketertiban, keindahan, kebersihan. Mereka berdagang hampir di semua jalan protokol Jakarta dengan cara menutup saluran got yang ada, akibatnya hampir semua saluran got di Ibu Kota tertutup oleh beton dan tersumbat oleh sampah, sehingga saluran-saluran got ini mengalami sedimen (peninggian) sebagai akibatnya air tidak mampu lagi menembus dan mengalir dengan baik sehingga dikala hujan yang turun sekejap saja sudah dapat menggenangi daerah tersebut dengan jangka waktu surut yang cukup lama.

3. Rendahnya kesadaran masyarakat untuk memelihara keseimbangan alam sekitarnya dimana mereka tinggal, seperti himbauan untuk membuat resapan biopori yang berfungsi pula sebagai cadangan air tanah oleh masyarakat dianggap angin lalu saja, bahkan dianggap merusak halaman mereka tinggal, pohon-pohon pelindung yang ditanam di trotoar mereka tebangi seenaknya saja karena dianggap menghalangi kendaraan yang melintas, dan kalau malam hari dianggap menyeramkan bila lingkungan mereka tinggal terlalu rindang/rimbun oleh banyaknya pohon, padahal pohon-pohon ini berfungsi meredam, mereduksi sinar matahari yang menerobos secara langsung.

4. Rendahnya kesadaran memelihara kebersihan lingkungan pun juga masih sangat rendah, (maaf) buat kaum wanita sadar atau tidak dimanapun mereka berada, masih terlalu mudah untuk membuang tissue, bungkus permen, bungkus makanan, dlsb secara sembarangan bahkan dengan enteng bisa mereka lakukan dari dalam mobil tanpa ada perasaan bersalah sama sekali!, kaum prianya yang perokok juga begitu, mereka memiliki asbak rokok yang sangat luar biasa besarnya, yakni bumi dimana dia berpijak!

5. Pemerintah juga begitu, baik yang pusat dan pemdanya (mungkin oknum), tidak memiliki komitmen nyata untuk benar-benar menanggulangi banjir dengan melakukan pengerukkan situ-situ (danau) yang tersebar di Jabodetabek sebagai tempat cadangan air dan juga yang berfungsi sebagai pengalihan debit air yang mengalir secara berlebihan dari arah hulu agar banjir di hilir (Jakarta) tidak terlampau meluas, karena kenyataannya sampai saat ini masih banyak situ di wilayah Jabodetabek yang belum dikerjakan pengerukkannya secara maksimal, bahkan ada situ di wilayah Paku Jaya, Serpong yang ditimbun untuk perumahan! Adalagi danau di bilangan perumahan Bintaro Sektor 1 yang sekarang dijadikan tempat pembuangan sampah. Sikap lamban merespon, kurang perduli, atau pernyataan alasan tidak ada/tidak cukup anggaran, masih akan diperlihatkan oleh sikap aparat pemerintah/pemda tersebut di tahun 2035, yang kelihatannya memang sudah sangat sulit untuk merubah paradigma dari Jiwa dilayani menjadi jiwa melayani masyarakat.

6. Alam yang kian tidak bersahabat sekarang ini menjadikan cuaca sulit ditebak karena sangat anomali dan ini merupakan awal dari bencana yang maha dahsyat di tahun 2035, hal itu terjadi juga karena ulah manusia yang kelewat rakus dalam mengeksplorasi alam, sehingga penanggulangan pemanasan global menjadi tidak ada artinya.

Para pendiri aktivis lingkungan hidup baik yang tergabung dalam komunitas, maupun perorangan semacam Abang Chaeruddin tokoh lingkungan hidup untuk gerakan normalisasi kali Pesanggrahan bila masih hidup pada tahun itu akan menangis darah dengan pilunya, betapa usaha yang dibangunnya bertahun-tahun itu musnah sia-sia, karena orang-orang yang hidup dijaman itu sudah semakin tidak perduli dan tidak yang mau lagi meneruskan usahanya itu karena mereka sudah tidak bersahabat lagi dengan alam sekitarnya dimana mereka tinggal.


Jakarta, 23 Oktober 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar