Entri Populer

Rabu, 14 Januari 2009

MEREKA TELAH, DAN SEDANG MERUBAH FAKTA SEJARAH

Melihat perkembangan agresi kaum Yahudi hingga hari ke 16 ke tanah Palestina yang kian hari kian gencar dan biadab mirip dengan bangsanya ketika menerima Holocaust dari rezim diktator Hitler di 66 tahun yang lalu yang oleh sebagian pengamat dan para ulama (masih diperdebatkan) bahwa mereka telah menerima murka Allah SWT yang kedua ? yakni dengan aksi sang Fuhrer membinasakan kaum Yahudi hingga hari ke 16 ke tanah Palestina yang kian hari kian gencar dan biadab mirip dengan bangsanya ketika menerima Holocaust dari rezim diktator Hitler di 66 tahun yang lalu yang oleh sebagian pengamat dan para ulama (masih diperdebatkan) bahwa mereka telah menerima murka Allah SWT yang kedua ? yakni dengan aksi sang Fuhrer membinasakan kaum Yahudi ini, sementara sebelumnya Nebukadnezar dari Babilonia telah melumatkan kaum Yahudi ini pada 1.300 tahun yang lalu. Namun demikian lepas dari perdebatan para ulama tadi tentang nasib kaum Yahudi akan menerima hukuman dari Allah SWT sebanyak dua kali itu, bisa saja lebih sepanjang sikap mereka yang arogan, licik, serakah, biadab tidak bisa hidup damai berdampingan dan selalu membuat kerusakan di muka bumi Allah ini.

Penulis sendiri tidak akan pernah bisa mempercayai 100% upaya kaum Yahudi dalam surat terbukanya melalui Israel Diplomatic Network memberikan pembelaan bahwa aksi mereka itu adalah “membela diri”, banyak para pembaca tentunya tahu dari berbagai referensi dan fakta sejarah masa lalu dan kini, bahwa kaum Yahudi ini memang sudah sifat dan wataknya secara turun-temurun ini identik dengan segala kebejatan, bila pembaca masih meragukan hal ini berikut petikan faktanya :



I s r a e l :

Nama Yahudi diambil dari kata Yehuda, menurut catatan sejarah Yehuda adalah anak tertua Nabi Ya’qub bin Ishaq, sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa nama Yahudi berasal dari kata kerja dalam bahasa Arab : Haada-yahuudu-huud wa hawadah, yang bermakna bertaubat dan kembali ke jalan yang lurus (sampai hari mereka tidak pernah ada taubatnya kepada Allah SWT). Penamaan ini diberikan setelah Bani Israil (Israel) bertaubat dari penyembahan kepada patung anak sapi, (lihat Tafsir ath-Thabari, Al-Qurthubi, Ibnu Katsir dan Asy-Syaukani saat menafsirkan Ayat ke 62 dari Surah Al-Baqarah).

Sedangkan nama Israel nama yang diberikan Allah kepada Yakub As, karena perbuatannya melakukan perjalanan di malam hari (perjalanan nabi Yakub atas perintah Nabi Ishaq agar segera meninggalkan negerinya karena perseteruannya dengan Ish (kakaknya), maka Nabi Yaqub melakukan perjalanan ke negeri Fadan Aram. Perjalanan panjang itu dilakukan pada malam hari, dan siangnya dipergunakan untuk istirahat). Dikemudian hari, karena dosa-dosanya yang sedemikian banyak dan pembangkangan mereka terhadap nabi-nabi mereka, bangsa Israel mendapatkan hukuman dari Allah dengan menghancurkan kerjaan yang mereka miliki.

Bangsa Yahudi sangat terobsesi oleh kitab suci mereka, bahwa hanya merekalah satu-satunya bangsa yang dipilih oleh Tuhan untuk menguasai dunia ini. Allah telah menjanjikan kepada nabi Ibrahim, bahwa dari keturunannya Allah akan menurunkan raja-raja di duniaini. Bagi mereka, keturunan Ibrahim hanyalah anak-cucu yang lahir dari isteri pertama nabi Ibrahim, Sarah sehingga keberadaan Ismail anak sulung Nabi Ibrahim dari rahim Siti Hajar, dianggap tidak ada oleh mereka kaum Yahudi. Atas kepongahan/kecongkakkan, dan kesombongan ini, Allah murka kepada bani Israel/Israil disamping berbagai bentuk pelanggaran lainnya. Beratus-ratus tahun mereka menjadi warga kelas kambing yang tertindas di negeri Fir’aun. Setelah Musa berhasil membawa mereka keluar dari Mesir, bangsa Israel (bani Isaril/Israel) sempat mempunyai kerajaan yang dibangun oleh nabi Daud As dan mencapai puncak keemasannya di tangan nabi Sulaiman As. Kerajaan yang kemudian pecah belah menjadi dua karena intrik anak-anak keturunan nabi Sulaiman As, lalu menjadi lemah dan akhirnya mereka di jajah oleh Nekho yang kemudian diusir sebagai orang buangan oleh Nebukadnezar raja Babilonia. Dijajah oleh bangsa Romawi, kemudian dimusnahkan oleh sang Fuhrer Hitler. Kesemuanya itu boleh jadi merupakan bagian dari bentuk hukuman Allah kepada mereka. Hukuman tersebut tidak membuat mereka jera dan bertobat. Malah menjadikan dendam kesumat di hati bangsa ini untuk melawan Allah sang Pencipta.

Kecongkakkan mereka dengan menganggap diri sebagai bangsa pilihan Tuhan satu-satunya yang berhak memerintah dunia ini, membuat mereka dengan sombongnya bersumpah, untuk memerangi agama lain selain agama mereka dengan segala cara, persis ketika Iblis bersumpah kepada Allah untuk memperdayai anak-cucu nabi Adam As., sampai dunia kiamat nanti. Allah selalu memperingatkan umat Islam melalui Al-qur’an untuk berhati-hati terhadap segala tipu daya Yahudi ini (jadi surat dari utusan Yahudi yang berbahasa Indonesia tersebut wajib bagi kita untuk waspada dan hati-hati dari maksud mereka “membela diri” dalam suratnya, tak lain mereka bermaksud membangun opini di sini, bahwa tindakan Hamaslah yang salah telah melakukan terror).
Pegangan mereka adalah kitab Talmud, yang merupakan kitab Setan, karena sangat jauh menyimpang, bahkan mungkin bertolak belakang dengan ajaran Taurat.


(Nebukadnezar Jagal Yahudi Dari Babilonia)










PROTOKOLAT ZIONISME :


(Naskah busuk kaum Yahudi yang digagas oleh Theodore Herzl)





Zionisme merupakan gerakan orang-orang Yahudi yang bersifat ideologis untuk menetap di tanah Palestina, yakni di bukit Zion dan sekitarnya. Walaupun nabi Musa As tidak pernah sampai menginjakkan kakinya di sana, namun orang-orang Yahudi menganggap nabu Musa As adalah pemimpin pertama kaum Zionis.
Untuk mencapai cita-citanya, Zionisme membangkitkan fanatisme kebangsaan (keyahudian), keagamaan dengan mempergunakan cara kekerasan untuk sampai kepada tujuannya. Zionisme memakai beberapa tipu daya untuk mengurangi dan menghilangkan sama sekali penggunaan kata “PALESTINA” , yakni mengganti dengan perkataan-perkataan lain yang berkaitan dengan sejarah bangsa Yahudi di negeri itu. Digunakanlah nama “Israel” untuk Negara yang telah didirikan oleh mereka, sebab Zionisme di Palestina identik dengan KEKERASAN , KEZALIMAN, DAN KEHANCURAN. Kaum Zionis mengambil nama Israel adalah untuk siasat guna mengelabui dan menipu public, bahwa Negara Israel itu tidak akan menggunakan cara-cara yang biasa digunakan kaum Zionis. Padahal dalam hakikatnya secara substansial tidaklah ada perbedaan sama sekali antra Israel dengan Zionisme.

Secara substansial Protokol Zionisme adalah suatu konspirasi jahat terhadap kemanusiaan. Protokol berarti pernyataan jika dinisbatkan kepada para konseptornya, dan berarti laporan yang diterima serta didukung sebagai suatu keputusan jika dikaitkan pada muktamar di Bale, Switzerland pada tahun 1897, yang diprakarsai oleh Theodore Herzl.


(The Founding Father of Protocol Zionism Theodore Herzl)

Protokol-protokol itu yang sebagai dokumen rahasia nan penting disimpan di tempat rahasia, namun beberapa di antaranya dibocorkan oleh seorang wanita berkebangsaan Perancis yang beragama Nasrani pada tahun 1901. Dalam perjumpaan wanita itu dengan seorang pemimpin teras Zionis di rumah rahasia golongan Masonik di Paris, wanita itu sempat melihat sebagian protokol-protokol itu. Wanita itu sangat terperanjat setelah membaca isinya. Ia berhasil mencuri sebagian dari dokumen rahasia itu, yang kemudian disampaikannya kepada Alex Nikola Nivieh, ketua dinas rahasia Kekaisaran Rusia Timur.

Adapun sebagian isinya yang sempat dicuri tersebut mengatakan :

1. Manusia terbagi atas dua bagian, yaitu Yahudi dan non-Yahudi yang disebut Goyeem, atau Ummami. Jiwa-jiwa Yahudi dicipta dari Jiwa Tuhan, hanya mereka sajalah anak-anak Tuhan yang suci murni. Kaum Umammi berasal-usul dari setan, dan tujuan penciptaan Ummami ini untuk berkhidmat kepada kaum Yahudi. Jadi kaum Yahudi merupakan pokok dari unsur kemanusiaan, sedangkan kaum Umammi adalah sebagai budak Yahudi. Kaum Yahudi boleh mencuri bahkan merampas harta benda kaum Ummami, boleh menipu mereka, berbohong kepada mereka, boleh menganiaya, boleh membunuh serta memperkosa mereka. Sesungguhnya tabiat asli kaum Yahudi ini bukan hanya disebutkan dalam protokol-protokol dokumen rahasia Zionis tersebut, melainkan ini adalah warisan turun-temurun sejak cucu nabi Ibrahim As dari jalur nabi Ishaq As ini mulai mengalami dekadensi moral dan akhlak (busuk ke dalam), yaitu sepeninggal nabi Sulaiman As, ini diungkap dalam Al-qur’an : surah Al-Imran (3) : 75 : “Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi.”

2. Protokol-protokol Zionisme tentang faham jiwa-jiwa Yahudi dicipta dari jiwa Tuhan, hanya mereka sajalah anak-anak Tuhan yangsuci murni, sangatlah menyimpang dari syari’at yang dibawakan oleh nabi Musa As. Mereka yang menyimpang inilah yang dimaksud dengan “maghduubi alaihim” dalam Surah Al-Fatihah Ayat 7.

3. Protokol-protokol Zionisme itu merancang juklatnya dengan menyebarkan faham-faham yang bermacam-macam. Faham yang mereka tebarkan berbeda dari masa ke masa (mereka akan selalu menyeret kaum lainnya yang beriman kepada Allah SWT kepada kesesatan). Suatu waktu mereka mempublikasikan faham sekularisme kapitalisme, suatu waktu menebar atheism komunisme, suatu waktu berselubung agnostic sosialisme. Untuk menebarkan pengaruh Internasional, protokol-protokol itu antara lain berisikan perencanaan keuangan bagi kerajaan Yahudi Internasional yang menyangkut mata uang, pinjaman-pinjaman, dan bursa. Media surat kabar adalah salah satu kekuatan besar dan melalui jalan ini akan dapat memimpin dunia. Manusia akan lebih mudah ditundukkan dengan bencana kemiskinan daripada ditundukkan oleh undang-undang.

Pada tahun 1902 dokumen rahasia Zionis itu diterbitkan dalam buku berbahasa Rusia oleh Prof Nilus dengan judul “PROTOKOLAT ZIONISME” . Dalam pengantarnya Prof Nilus berseru kepada bangsanya agar berhati-hati akan satu bahaya yang belum terjadi. Dengan seruan ini terbongkarlah niat jahat Yahudi, dan hura-hurapun tak bisa dikendalikan lagi, dimana saat itu telah terbantai lebih kurang 10.000 nyawa orang Yahudi melayang. Theodore Herzl sang founding father protokolat Zionisme yang juga sebagai tokoh Zionis International berteriak geram atas terbongkarnya dokumen rahasia tersebut yang tercuru dari tempat penyimpanannya yang sangat rahasia itu, dan penyebarluasannya sebelum saatnya akan membawa bencana. Peristiwa pembantaian ini mereka rahasiakan. Lalu mereka bergegas membeli dan memborong habis semua buku itu dari toko-toko buku. Untuk itu mereka tidak segan-segan membuang biaya apa saja yang ada seperti : emas, perak, wanita, dan sarana apa saja, asal naskah-naskah itu bisa disita oleh mereka.

Kaum Yahudi ini meminta pengaruh Inggris agar mau menekan Rusia untuk menghentikan pembantaian orang-orang Yahudi di sana, dan itu bisa terlaksana setelah usaha yang amat berat. Pada tahun 1905 Prof Nilus mencetak ulang buku tersebut dengan amat sangat cepatnya dan mengherankan, dan pada tahun 1917 buku Prokolat Zinoisme itu di cetak kembali namun sayang para pendukung revolusi Bolshevic menyita buku protokolat tersebut dan melarangnya hingga saat ini.

Namun demikian seorang wartawan Inggris bernama Victor E. Mars dari harian The Morning Post berhasil menyelundupkan naskah protokolat tersebut ke negaranya di dalam usahanya meliput revolusi Rusia yang kemudian diterjemahkannya kedalam bahasa Inggris dan dicetak pada tahun 1912.

Bahkan hingga kini di Inggris tidak ada satupun penerbit yang berani mencetak ulang naskah keji protokolat Zionisme itu, karena memang kuatnya pengaruh mereka kaum Yahudi di negeri itu (Inggris) juga di Amerika tidak satupun pula penerbit yang berani mencetak. Akan tetapi kemudian buku itu muncul kembali dicetak dan tersebar luas di Jerman pada tahun 1919 yang tersebar luas ke beberapa Negara (bisa jadi pula si Hitler mendapatkan buku ini di masa perjuangannya sebelum menjadi dictator, dan buku ini menginspirasi aksinya kemudian hari membantai ribuan kaum Yahudi di camp konsentrasi Auschwitz), bahkan buku ini sampai diterjemahkan kedalam bahasa Arab antara lain oleh Muhammad Khalifah At-Tunisi dan dimuat kedalam majalah Mimbarusy-Syarq tahun 1950 walau si penulis mendapat kritikan dan kecaman keras dalam dua Koran berbahasa Perancis yang terbit di Mesir.

Setelah melalui proses amat panjang akhirnya pada 14 Mei 1948, kaum Yahudi memproklamirkan berdirinya Negara Israel di tanah Palestina. Dengan kemerdekaan ini maka cita-cita orang Yahudi yang tersebar di berbagai belahan dunia untuk mendirikan Negara sendiri dan mereka berhasil menjalankan “amanat” yang disampaikan oleh Theodore Herzl dalam tulisannya Der Judenstaat (Negara Yahudi) sejak 1896. Mereka (orang-orang Yahudi) sengaja didatangkan dari berbagai belahan dunia karena mengalami pembantaian oleh penguasa setempat.

Sejak awal bangsa Yahudi ini tidak diterima kehadirannya di Palestina, bahkan didaerah manapun mereka berada. Karena merasa memiliki keterikatan historis dengan Palestina, akhirnya mereka berbondong-bondong datang ke Palestina. Imigrasi besar-besaran ini telah terjadi sejak akhir tahun 1700-an. Akibat pembantaian yang mereka terima, maka mereka merasa harus mencari tempat yang aman untuk ditempati. Inggris menawarkan kepada orang-orang Yahudi untuk memilih kawasan Argentina, Uganda, atau Palestina untuk ditempati, tapi Herzl lebih memilih Palestina sebagai tempat tinggal.

Herzl sebagai The Founding Father of Zionism, dia menggunakan zionisme sebagai kendaraan politiknya dalam merebut Palestina. Kemampuannya melobi para penguasa di tingkat dunia tidak diragukan lagi. Sederatan tokoh terkenal di dunia seperti Paus Roma, Kaisar Wilhem dari Jerman, Ratu Victoria-Inggris, dan Sultan Turki di Istanbul telah ditaklukkannya. Zionisme adalah otak dalam perebutan wilayah Palestina dan serangkaian pembantian lainnya yang dilakukan oleh Yahudi ini.

Dengan exodus besar-besaran kaum Yahudi ke tanah Palestina ini telah menyebabkan kemarahan besar penduduk Palestina, gelombang pertama exodus ini terjadi tahun 1882 hingga 1903, ketika itu sebanyak 25.000 orang Yahudi berhasil dipindahkan ke Palestina. Sejak peristiwa itu, maka mulailah perampasan tanah milik penduduk Palestina oleh kaum agrsor Yahudi ini. Bentrokkan pun tidak dapat dihindarkan, kemudian gelombang exodus kedua pun berlanjut pada tahun 1904 hingga 1914. Pada masa inilah, perlawanan sporadis intifadah bangsa Palestina mulai merebak.

Perjanjian Sykes Picot yang dibuat secara rahasia dan sepihak serta ditandatangani pada tahun 1915 telah membuat dan menjadikan Palestina di bawah kekuasaan Inggris. Dengan berlakunya system mandate atas Palestina, maka Inggris membuka pintu lebar-lebar untuk para pendatang kaum Yahudi dan peristiwa ini telah memancing protes keras bangsa Palestina.


(Tentara Yahudi Sedang Memasuki Tanah Jajahannya Palestina)

Aksi keberpihakan Inggris lainnya adalah dengan memberikan persetujuannya melalui deklarasi Balfour pada tahun 1917 agar Yahudi mempunyai tempat tinggal di tanah Palestina. Adalah John Norton More dalam bukunya The Arab-Israeli Conflict mengatakan dalam tulisannya bahwa Deklarasi Balfour telah menina-bobokkan penguasa Arab terhadap pengkhianatan Inggris yang menyerahkan tanah Palestina kepada Zionis.

Mandat Inggris ini berakhir pada tahun 1947 dan PBB yang mengambil alih kekuasaan/mandate inimelalui Resolusi PBB no. 181 (II) tanggal 29 November 1947 dengan membagi Palestina menjadi tiga bagian. Langkah PBB ini mendapat protes keras dari penduduk Palestina. Mereka menggelar demonstrasi besar-besaran menentang kebijakan PBB ini. Sementara bangsa Palestina menderita akibat ulah kebijakan PBB lain halnya dengan kaum Yahudi, dengan suka cita mereka mengadakan perayaan atas kemenangan besar ini., maka bantuan persenjataan dari negara-negara Arab punmengalir masuk ke Palestina. Sayangnya saai itu pula muncul gerakan pembubaran kelompok perjuangan Ikhwanul Muslimin di Mesir dan pembunuhuan terhadap Hassan Al-Banna yang banyak berperan dalam membela Palestina dari cengkeraman bengis Yahudi.

Sejak itu pula Inggris dan Amerika menjadi induk semang yang selalu setia membela dan mendukung kepentingan kaum Yahudi termasuk sifat kejinya dalam mengagresi dan menduduki tanah Palestina, walau melalui proses yang panjang dan sulit. Palestina menjadi negara yang tercabik-cabik selama 30tahun pendudukan Inggris, yakni sejak 1918 hingga 1948, maka sekitar 600.000 orang Yahudi diperbolehkan menempati wilayah Palestina. Penjara-penjara dank kamp-kamp konsentrasi selalu dipadati penduduk Palestina akibat pemberontakkan yang mereka lakukan dalam melawan kekejian kaum Yahudi.

Yahudi menguasai Gurun Sinai dan Jalur Gaza pada tahun 1956, setelah gerakan Islam di kawasan Arab dipukul dan Abdul Qadir Audah Muhammad Firghali dan temannya Yusuf Thal’at yang pada saat itu terlibat langsung dalam pertempuran melawan Yahudi di kedua tempat tersebut dihukum mati oleh rezim Mesir, dan puncaknya pada tahun 1967, semua kawasan Palestina jatuh ke tangan Yahudi setelah digempur bertubi-tubi terhadap Gerakan Islam, maka hukuman gantung pun dijatuhkan kepada Sayyid Qutb yang amat sangat ditakuti oleh kaum Yahudi. Tahun 1977, terjadi serangan terhadap Lebanon dan peristiwa ini memaksa ditandatanganinya perjanjian Camp David yang disponsori oleh mendiang Anwar Sadat.


(As-Syahid Abdul Qadir Audah Muhammad Firghali)

ADA GRAND STRATEGY LAIN :

Tidak ada manipulasi sejarah yang lebih dahsyat dan maha licik yang dilakukan oleh kaum Yahudi terhadap bangsa Palestina. Kongres Zionis I di Basel merupakan titik balik dari sejarah usaha perampasan tanah Palestina dari bangsa Arab. Namun hebatnya, para perampas biadab ini tidak dianggap sebagai “perampok” tetapi malahan di puja sebagai “pahlawan” dan bangsa Arab yang melawannya dianggap sebagai ‘teroris” dan penjahat yang perlu dihancurkan.

Kaum Yahudi ini sejak kongres I kaum Zionis sudah memahami dan menguasai kunci perjuangannya di abad XX ini, yakni dengan menguasai diplomasi, lobi-lobi tingkat tinggi, serta penguasaan mass media sebagai cara yang ampuh untuk mengubah opini dunia agar berpihak kepada perjuangannya untuk merampas tanah Palestina. Theodore Herzl sebagai wartawan kawakan dengan tangkas memanfaatkan tiga senajat andal dalam perjuangan politik abad modern ini. Sejak kongres I itu dia sangat rajin melobi para pembesar di Eropa, mendekati para wartawan, dan melancarkan diplomasi ke berbagai Negara. Hasilnya…??? Sangat luar biasa, zionisme lantas diterima sebagai gerakan politik yang sah bagi usaha merampas tanah Palestina untuk bangsa Yahudi.

Merkapun telah banyak mengauasai mass media, terutama koran dan industry film. Seperti Hollywood didirikan oleh Adolf Zuckjor bersaudara dan Samuel-Goldwyn-Meyer (MGM). Dengan dominasi yang luar biasa ini, mereka berhasil megubah bangsa Palestina yang sebenarnya adalah korban kaum Zionis menjadi pihak “penjahat”.

Siapakah sebenarnya yang menguasai kantor-kantor berita seperti Reuters, Assosiated Press, United Press International, surat kabar Times dan jaringan televise terkenal dunia, serta perui\sahaan film Hollywood…??? Semuanya adalah bangsa Yahudi, Reuters sendiri didirikan oleh Yahudi-Jerman : Julius Paul Reuter yang bernama asli Yahudi : Beer Josaphat. Maka melalui jaringan informasi dan media komunikasi massa inilah mereka menciptakan image negative terhadap Islam, seperti Islam Fundamentalis, Islam Teroris, dan lain sebagainya dengan begitu gencarnya, sampai-sampai orang Islam sendiri ada yang phobi Islam.

Edward Said sendiri dalam bukunya Blamming The Victims secara jitu mengungkapkan bagaimana media massa Amerika menciptakan gambaran negative bangsa Palestina. Sekitar 25% wartawan di Washington dan New York adalah Yahudi, sebaliknya hamper tidak ada Koran atau TV Amerika terkemuka yang mempunyai wartawan Arab atau Muslim. Kondisi ini berbeda dengan media Eropa yang meskipun dalam jumlah terbatas masih memiliki wartawan Arab atau Muslim. Dengan demikian laporan tentang Palestina di media Eropa secara umum lebih “fair” daripada media Amerika.

Bukunya yang lain karangan Edward Said yang terkenal adalah Orientalism (versi 1978), menguraikan apa yang dilakukan kaum Zionis terhadap bangsa Palestina merupakan praktik kaum Orientalis yang sangat nyata. Pertama, sejarah telah ditulis ulang, yakni Palestina sebelum berdirinya Israel ialah wilayah tanpa bangsa, untuk bangsa yang tidak mempunyai tanah air. Kedua, bangsa Palestina yang menjadi korban dikesankan sebagai bangsa biadab yang jadi penjahat. Ketiga, tanah Palestina hanya bisa makmur setelah kaum Zionis beremigrasi ke sana.

Pastinya hingga kini konflik antara Palestina dan Israel belum membuahkan hasil kesepakatan meski berkali-kali perjanjian mereka buat. Yahudi jelas-jelas memiliki cita-cita untuk membangun Negara di tanah rampasannya dan menjadikan seluruh manusia sebagai budak yang harus mengikuti keinginan mereka. Untuk semua tujuan itu kaum Zionis akan dan telah melakukan cara apapun yang dianggap dapat meluluskan cita-cita mereka.

Jakarta, 13 Januari 2009
Prihandhono
Sumber : Dari Buku Misteri Negeri-Negeri Akhir Zaman
Pengarang : Abu Fatiah Al-Adnani
Penerbit : Granada Media Utama

Selasa, 06 Januari 2009

The Progressive Rock Band

Twenty nine years as their loyal fans, I'm still waiting they are wanna play in Jakarta, here they're stories :



A complete Genesis History:

One of the most successful rock acts of the 1970s, 1980s, and 1990s, Genesis enjoyed a longevity exceeded only by the likes of the Rolling Stones and the Kinks, in the process providing a launching pad for the superstardom of members Peter Gabriel and Phil Collins.

The group had its roots in the Garden Wall, a band founded by 15-year-olds Peter Gabriel, Tony Banks, Johnny Trapman, Chris Stewart and Rivers Job in 1965 at Charterhouse School in Godalming, Surrey, where fellow students Anthony Phillips, Robert Tyrell, Rivers Job, Michael Coleman and Richard McPhaeil were members of another group called Anon. Mike Rutherford was in The Climax, with Chris Stewart (drums), Chris Pigott (bass guitar), Duncan James (lead guitar) and Tim Hobart (vocals). The Scarlet and Black group included Toby Ward (drums), Guy Ross-Lowe (bass guitar), Michael Slack (piano), Mark Weeks (piano and guitar), Richard Apley (saxophone), Andrew Bruce (trombone) and Paul Gabriel (vocals).The groups initially merged out of expediency as the older members of each graduated; Gabriel, Banks, Rutherford, Phillips, and drummer Chris Stewart soon joined together as the New Anon, and recorded a six-song demo featuring songs primarily written by Rutherford and Phillips. The Charterhouse connection worked in their favor when an ex-student, recording artist and producer Jonathan King, heard the tape and arranged for the group to continue working in the studio, developing their sound. It was also King who renamed the band Genesis.

In December of 1967 the group had their first formal recording sessions. Their debut single, "The Silent Sun," was released in February of 1968 without attracting much notice from the public. A second single, "A Winter's Tale," followed just about the time that Chris Stewart quit -- his replacement, John Silver, joined just in time to participate in the group's first LP sessions that summer. King later added orchestral accompaniment to the band's tracks, in order to make them sound even more like the Moody Blues, and the resulting album, entitled From Genesis to Revelation, was released in March of 1969. Music seemed to be shaping up as a brief digression in the lives of the members as they graduated from Charterhouse that summer. The group felt strongly enough about their work, however, that they decided to try it as a professional band; it was around this time that Silver exited, replaced by John Mayhew. They got their first paying gig in September of 1969, and spent the next several months working out new material.

Genesis soon became one of the first groups signed to the fledgling Charisma label, and they recorded their second album Trespass that spring; following its completion, the unit went through major personnel changes -- Phillips, who had developed crippling stage fright, was forced to leave the line-up in July of 1970, followed by Mayhew. Enter Phil Collins, a onetime child actor turned drummer and former member of Hickory and Flaming Youth. The group's line-up was completed with the addition of guitarist Steve Hackett, a former member of Quiet World; his presence and that of Collins toughened up the group's sound, which became apparent immediately upon the release of their next album, Nursery Cryme.

The theatrical attributes of Gabriel's singing fit in well with he group's live performances during this period as he began to make ever more extensive use of masks, make-up, and props in concert, telling framing stories in order to set up their increasingly complicated songs. When presented amid the group's very strong playing, this aspect of Gabriel's work turned Genesis's performances into multi-media events.Foxtrot, issued in the fall of 1972, was the flashpoint in Genesis's history, and not just on commercial terms. The writing, especially on "Supper's Ready," was as sophisticated as anything in progressive rock, and the lyrics were complex, serious and clever, a far cry from the usual overblown words attached to most prog-rock. Genesis's live performances by now were practically legend, and in response to the demand, in August of 1973 Charisma released Genesis Live, an album assembled from shows in Leicester and Manchester originally taped for an American radio broadcast. 1973 also saw the release of Selling England by the Pound, the group's most sophisticated album to date.

The release of the ambitious double LP The Lamb Lies Down on Broadway in late 1974 marked the culmination of the group's early history; in May of 1975, following a show in France, Gabriel announced that he was leaving Genesis, owing to personal reasons. The group tried auditioning potential replacements, but it became clear that the remaining members all preferred that drummer Collins take over the role of lead singer. The band returned to the studio as an official quartet in October of 1975 to begin work on their new album: the resulting Trick of the Tail made number three in England and number 31 in America, the best chart showing up to that time for a Genesis album, its success completely confounded critics and fans who'd been unable to conceive of Genesis without Peter Gabriel. The group seemed to be on its way to bigger success than it ever had during Gabriel's tenure as 1977's Wind and Wuthering became another smash. But then Hackett announced that he was leaving on the eve of the release of a new double live album, Seconds Out; he was replaced on the subsequent American and European tours by Daryl Steurmer, but there was no permanent replacement in the studio.

In 1978, Genesis released And Then There Were Three, which abandoned any efforts at progressive rock in favor of a softer, much more accessible and less ambitious pop sound. After a flurry of solo projects, the group reconvened for 1980's Duke, which became their first chart-topper in England while rising to number 11 in America. The continued changes in their sound helped turn Genesis into an arena-scale act: Abacab, released in late 1981, was another smash, and 1983's self-titled Genesis furthered the group's record of British chart-toppers and American top 10 hits, becoming their second million-selling U.S. album while also yielding their first American Top Ten single, "That's All." Two years later, the group outdid themselves with the release of their most commercially successful album to date, Invisible Touch, which went platinum several times over in America. Its release coincided with the biggest tour in their history, a string of sold out arena shows that cast the group in the same league as concert stalwarts like the Rolling Stones and the Grateful Dead.

Their 1991 album We Can't Dance debuted at Number One in England and got to number four in America; it was Collins' last album with the group, and with new vocalist Ray Wilson, formerly of the group Stiltskin. Genesis resurfaced in 1997 with Calling All Stations, which recalled their art-rock roots. Neither the critics nor the fans warmed to the album -- it sold poorly and the tour was equally unsuccessful.

Coming on the heels of the disappointing Calling All Stations, the long-awaited box-set retrospective Archives, Vol. 1: 67-75 was even more welcome. Containing nothing but unreleased material and rarities from previously unavailable on CD, the set was released to surprisingly strong reviews in the summer of 1998. A followup, containing unreleased material from the Phil Collins era, was scheduled for release the following year.