Entri Populer

Senin, 04 Januari 2010

Refleksi Di Awal Tahun



REFLEKSI DI AWAL TAHUN

Sibuk! Itu selalu alasan yang dikemukakan, hingga pergeseran waktu dari detik ke menit, ke jam, ke hari ke bulan, tahun ke tahun gak pernah di rasa. Sungguh memang gak pernah di rasa, tahu-tahu tahun sudah berganti.

Untuk urusan pertambahan usia, pasti semua mengetahuinya, tapi ada yang terlintaskah di benak kita mau berapa lama lagi kita hidup di dunia yang fana ini? 10, 20 , 30 40 , atau 50 tahun lagi?. Kalau Allah masih berkenan memberikan kesempatan kepada kita untuk menghirup udara yang segar dan gratis ini, sudah berapa banyakkah kita bersyukur kepada Nya? Dengan cara apa kita bersyukur? Lantas adakah perubahan yang sangat berarti dalam diri kita? Sementara sesungguhnya sisa umur kita tinggal sedikit lagi.

Kalau bayi saja bisa sadar akan pertumbuhan dirinya ketimbang kita-kita ini yang sudah tua-tua, maka pertumbuhan bayi terasa lebih bermakna karena mulai dari merah, lemah tak berdaya, mulai bisa tengkurap, lantas bisa merangkak, dan berjalan, mulai dari hanya bisa ngoceh hingga lancar berbicara, semua itu bisa dilihat perkembangannya. Lantas bagaimana dengan kita-kita yang sudah berumur ini? Adakah perubahan yang sangat berarti dalam diri kita?

Kalau mau jeli sedikit, sesungguhnya kesibukkan kita di keseharian itu dan yang dikejarnya dari tahun ke tahun ya itu-itu saja. Gak percaya?! Coba saja perhatikan kalau gak ngejar-ngejar ke sana-ke mari pasti hanya untuk urusan : Yang sibuk dari tahun ke tahun ngumpulin dan numpukkin/nimbun harta, Yang bergegas pergi berbarengan dengan meleknya ayam jago hingga datang di larut malam tak jarang harus sikut kiri dan kanan, hanya untuk ngejar jabatan dan pendapatan, apa lagi coba ?! Belum lagi yang sibuk pamer dengan kekayaannya dan juga yang pamer dengan kepintarannya, serta keangkuhan, padahal untuk urusan pamer kekayaan dan kepintaran yang gak ada habisnya itu sudah diketahui dan ditakar oleh Yang Maha Memiliki Kehidupan ini sedangkan yang angkuhpun gak sadar bahwa sesungguhnya angkuh itu hanya milik Allah saja. Yang paling kasihan (kalau gak mau dibilang bodo) masih ada orang-orang yang sampai sekarang ini memperturutkan hawa nafsu, dendam kesumat hanya untuk bertikai, menebar fitnah ke sana-sini, padahal dia sendiri tidak mengetahui perubahan yang terjadi pada pihak yang dimusuhinya. Sungguh hanya kesia-siaan dan celakalah orang yang seperti ini. Sementara yang masih tenggelam dengan nikmatnya hasil korupsi, nilep harta rakyat, menyalahgunakan wewenang, tanggungjawab dan jabatan, meski sudah ketangkep lepek (basah) tetap saja dengan muka tebalnya melenggang di bumi Allah ini.

Masih seabrek lagi sikap, dan sifat buruk manusia kalau gak ada kesadaran dari sekarang untuk bertaubat dan istiqomah, lantas, kapan lagi mau dilakukan? Nunggu semuanya sudah mapan? Nunggu semuanya sudah terpenuhi? Nah…kalau Allah minta kita menghadapNya hari ini, sebelum semuanya yang kita harapkan itu terpenuhi melalui jalan dan cara yang tidak benar, bekal apakah yang akan kita bawa untuk menghadapNya di sana nanti? Seringkali memang hawa nafsu yang ada dalam diri manusia selalu mengalahkan nuarni dan akal sehat, dan bila sudah seperti itu maka hati menjadi buta dan tuli, tinggallah yang ada hanya hubbud dunya raasu kulli khathiiatin, gandrung dunia adalah sumber dari setiap kesalahan.

Manusia boleh bebal, keji, sadis, pendendam, selalu dalam sikap amarah, punya sikap korup, rakus, licik, tukang fitnah, berlisan kasar dan tajam menghunjam hati dan membuat orang menjadi terhina. Masak tidak juga sadar dengan bertambahnya usia yang berarti kesempatan hidup juga makin menipis tiap tahunnya. Ingatlah bahwa hidayah itu tidak turun begitu saja dari Allah kepada kita, tapi hidayah akan hinggap dalam qalbu ini manakala kita berniat untuk mau merubah diri kita, tanpa itu semua jangan harap hidayah akan turun pada diri kita. Janganlah hanya tinggal penyesalan yang sudah tiada gunanya, ketika ajal datang menjemput kita detik ini, siang ini, sore atau malam nanti, atau besok, mungkin lusa, semua itu tidak ada yang mengetahui kapan datangnya. Sesungguhnya itulah makna ‘Tahun Baru’ yakni mau dan ikhlas dalam meresolusi diri, walau cuma baru sedikit yang bisa dilakukan dalam merubah tabiat kurang baik dalam diri tapi hal itu akan dinilai lebih oleh Allah SWT sehingga kelak kebaikan yang sedikit itu akan memuluskan jalan kita menghadap Sang Khalik.

Mohon maaf sebelumnya apabila ada tulisan yang kurang bahkan tidak berkenan di hati saudaraku, semata tulisan ini hanya untuk mengingatkan diri penulis sendiri yang masih banyak kelemahan dan kekurangan.

Jakarta, Senin. 4 Januari 2010

Prie temennya Nasruddin Hore
Tulisan tak bermakna ini sekedar hadir dalam catatan diri, dan isinya juga untuk diri sendiri.