Entri Populer

Selasa, 17 Maret 2009

Naif Sekali...




Hari ini matahari bersinar begitu lembutnya menerpa wajahku ketika aku bersiap hendak mengawali rutinitas kerja. Ya! Aktivitas ini begitu menyenangkan karena aku dapat berkreativitas dalam bekerja dan berinteraksi deangan relasi dan rekan kerja di daerah melalui fasilitas internet, sekaligus dapat terus bersilahturahmi dengan tetangga, kawan sekolah, kuliah, saudara di media fesbuk yang kini mulai menggila demamnya.

Sempat terpikir ketika aku dalam perjalanan menuju kantor, bahwa bumi yang semakin tua ini telah membuat warganya juga begitu komplek dalam menjalani hidupnya. Banyak karakter manusia yang semakin aneh, baik dalam bersikap, bertutur kata, bertingkah laku terhadap teman, saudara, tetangga, bahkan dengan orang yang dikasihi sekalipun, apalagi dengan orang yang bekas dikasihinya.

Sebuah pemikiran yang sangat naïf dalam diri ini yang pada awalnya berpendapat bahwa sejalan dengan perkembangan jaman dengan segala kemajuannya, tentulah mereka semakin taqwa kepada Sang Maha Pencipta, karena kemajuan yang dirasakannya dan dinikmatinya ini karena berkat ridhoNya semata yang telah menganugerahkan kepandaian dalam berfikir sehingga mampu berkarya dan meraih apa yang di cita-citakannya, dan kemakmuran hidupnya pun menjadi lebih baik. Rupanya begitu keliru pemikiran lugu yang timbul dalam benak diriku yang tidak tahu apa-apa ini, karena kepandaian, kecerdasan dalam berfikir, kekayaan materi, kedalaman ilmu baik ilmu dunia maupun agama yang dikuasainya, tidak serta merta membuat seseorang menjadi lebih istiqomah, tawaddu dan taqwa kepada Sang Pemilik Kehidupan ini.

Itulah manusia, yang berada di puncak kekuasaan maunya ingin terus berada di atas dan terus berkuasa, terkadang jalan yang ditempuh pun berbagai cara, dari yang halus dan elegan bahkan ada yang sampai harus melenyapkan lawan-lawan politiknya. Sementara tujuan utama untuk mensejahterakan rakyatnya bukan lagi jadi prioritas utama.

Tumpukkan harta yang berlimpah selain sebagai bukti dari symbol status di masyarakat sekitarnya, juga seseorang dapat berlaku semaunya, karena mereka berprinsip uang dan harta yang mereka miliki bisa membeli segalanya. Dilingkungan pertemanan dia bisa mempengaruhi orang-orang disekitarnya agar mau menuruti kemauannya. Lisannya seraya bertuah dan bisa berucap seenaknya tanpa mau lagi melihat perasaan saudaranya yang lain.

Sudah begitu kompleks rupanya kehidupan di dunia ini, sampai-sampai masih ada saja pihak-pihak yang tidak puas dengan jalannya pemerintahan. Ada saja yang selalu dikritisi tanpa mau memberikan kontribusi, atau minimal mendukung kebijakan pemerintah yang sedang berjalan. Repotnya ya… begini kalau rakyatnya sudah terbiasa mengkonsumsi mie instan, maka semuanya juga mau serba instan. Mereka gak menyadari bahwa Negara-negara maju dan mapan itu membangun negerinya, baik pembangunan mental bangsa, berdemokrasi, dan pembangunan fisiknya butuh waktu yang panjang. Lebih mirisnya adalah Negara ini dan aparat pemerintahnya yang di caci maki itu pada kenyataannya orang-orang yang tidak puas tersebut justru mengais rejeki untuk menghidupi keluarganya dari negeri ini. Masya Allah…!!! Kenapa jadi sulit sekali untuk bersyukur atas nikmat dan karunia yang telah diberikanNya ? Siapapun yang memimpin negeri ini kalau tidak didukung sama rakyatnya ya kapan majunya negeri ini, dan siapapun pasti akan mendapatkan tantangan yang berat dalam membangun bangsa yang besar ini.

Sementara mereka ada pula yang membentuk kelompok eksklusif di bidang keagamaan, mereka akan memandang rendah bila melihat orang-orang yang belum memakai ghamis, apakah memang itu ukuran untuk mendapatkan tiket ke syurganya Allah ? Bukankah mereka seharusnya mau mengajari dengan baik kepada jamaah lainnya, tidak tinggi hati karena kedalaman ilmu agamanya serta tidak memberi jarak dengan sesama saudara muslim lainnya.

Lebih gak habis pikir lagi ada sebagian orang yang begitu teguhnya mengimani dan bersikap seperti dalam pepatah : “ biar miskin asal kesohor” ke sohor sombongnya kah ? sehingga enggan bangkit dari keterpurukan. Bisa jadi dengan berlaku sombong dimana kata-katanya yang selalu berubah-ubah dan tidak dapat dijadikan pegangan, serta lisan yang sangat menyakitkan bila bertutur kata, semata karena ingin membuat sakit hati orang-orang yang dia musuhinya. Sungguh sangat menyedihkan orang-orang seperti ini, hatinya telah mengeras! Dia tidak sadar bahwa dendam kesumatnya itu tidak membawa manfaat apa-apa buat dirinya, kecuali hatinya yang semakin sempit dan jauh dari ridho Allah, karena kecenderungan sikap dan lidahnya yang senantiasa dipergunakan untuk mendzalimi orang terdekatnya yang kini dia jadikan musuh abadinya. Yaa Allah… apakah dia pikir kelak bila Engkau memanggilnya, apakah jasadnya dapat berjalan sendiri ke liang lahat, apakah dia dapat mengurusi jasadnya sendiri tanpa bantuan orang lain ?

Semoga hati ini selalu Engkau jaga dengan sikap ikhlas dalam menerima ujian Mu, berikanlah selalu kesehatan jiwa dan raga ini Yaa Rabb…agar aku bisa menjadi orang yang pandai bersyukur atas segala nikmat yang engkau berikan, serta waktu yang lebih banyak untuk selalu memuji Mu.

Jakarta, 18 Maret 2009

Bintaro – Kebon Jeruk,

Asprima

Tidak ada komentar:

Posting Komentar