Entri Populer

Sabtu, 24 Juli 2010

Tayangan Televisi Semakin Mengkhawatirkan



PELAN TAPI PASTI MORAL ITU AKAN BERGESER

Maraknya stasiun televisi swasta nasional dan daerah tidak ceteris paribus dengan meningkatnya kualitas bangsa khususnya bidang pendidikan karena apa yang dilihat oleh pemirsanya kebanyakan adalah hal-hal yang bersifat mubazir (kecuali tayangan sepak bola dan olah raga lainnya), tulisan ini hadir sebagai sumbangan opini atas artikel yang menyoroti masalah pertelevisian di tanah air.

Karena ingin dibilang pelopor dalam keterbukaan informasi mass media baik cetak maupun elektronika, dan hebatnya kurang dari dua puluh tahun negeri ini sudah dibanjiri oleh stasiun-stasiun televisi swasta, belum lagi di era otonomi daerah ini, rame-rame Pemda dan pengusaha lokal juga ikut latah bikin stasiun televisi sendiri. Bisa dibayangkan bagaimana kita bisa membendungnya ? Pada awal mereka mengajukan pendirian, proposal sih idealis bener, ada yang berkonsep pendidikan, olah raga, berita, dll. Nyatanya…? Setelah berjalan sekian tahun beroperasi mereka sudah dengan beraninya melenceng di depan mata KPI dari apa mereka proklamirkan sebelumnya

200 juta penduduk pasar potensial (buat dirusak akhlaknya)

Dengan pertumbuhan penduduk yang relatif cepat, Indonesia dipandang pasar potensial dan dianggap strategis buat menyampaikan apa saja, baik oleh pemerintah, maupun swasta, apalagi untuk pemasaran sebuah produk. Sadar atau tidak buat para pemilik stasiun televisi ini, atau memang sengaja…? Dengan penduduk yang sangat beragam, baik dari segi pendapatan, pendidikan dan budaya, alih-alih igin mencerdaskan bangsa justru kehadiran televisi swasta sekarang ini semakin dipertanyakan perannya dalam mencerdaskan bangsa, masalahnya :

1. Banyaknya tayangan sinetron yang menampilkan intrik dalam rumah tangga, seperti perselingkuhan, kekerasan baik terhadap peran isteri dan anak, kenakalan remaja yang sudah menjurus pada kehidupan gangster.
2. Tayangan “kehidupan mimpi” dalam sinetron seperti, rumah mewah dan mobil kinclong keluaran terbaru adalah mimpi buat sebagian besar penduduk negeri ini yang buat makan besok hari aja mereka masih mikir. Sinetron2 yang ada sekarang ini tak lebih dari formula stimulant buat menyeret anak bangsa ini kedalam kehidupan hedonis, materailistis, borjuis namun tidak didukung oleh kemampuan yang memadai.
3. Stasiun televisi swasta sudah secara sengaja dan berjama’ah menyeret pemirsanya kepada keyakinan syirik, terbukti banyak digelarnya tayangan misteri, berburu hantu, nonton hantu bareng, dll, saya yakin mereka para hantu ini sebenarnya adalah mahluk yang rendah hati, buktinya…!? Mereka ini kan paling males dan pamali untuk bertemu manusia, kitanya saja yang manusia ini kadang-kadang yang kepengen jadi setan, atau malah ada yang sudah jadi setan…?
4. Ada lagi tayangan situasi komedi di salah satu tv swasta yang pada awalnya nampak lucu dan menghibur, tapi cobalah amati secara seksama lambat-laun tayangan sitkom ini sudah merubah kedudukan laki-laki dalam rumah tangga bukan lagi sebagai khalifah tapi tak lebih dari seorang jongos, babu, dan sapi perah, dimana di negeri yang berpenduduk mayoritas Islam ini kedudukan isteri dalam rumah tangga selain sebagai ratu dalam rumah tangga, hendaknya dia taat terhadap suami seperti apa yang sudah disyariatkan dalam agama, tapi lihatlah dalam tayangan tersebut para isteri-isteri sudah berperan kelewat batas perlakuannya terhadap suami : berani membentak, melawan, mengancam, bahkan melakukan kekerasan. Walau ditampilkan secara lucu tapi hal ini pelan tapi pasti akan menyeret paradigma para isteri untuk berbuat seperti apa yang ditayangkan dalam sitkom tersebut. Inikah yang dimaksud dengan kesetaraan..!?
5. Jam tayang untuk acara yang berating tinggi dibuat pas dengan ibadah sholat maghrib, maksudnya apa…? Tak lain agar pemirsa lebih mengutamakan nonton televisi ketimbang sholat maghrib, dan belajar, jadi kapan mau pinternya anak bangsa ini…!?
6. Maksudnya mau dibilang pemberani, hebat berani tampil beda, tapi sayang halal dan haramnya sebuah makanan sudah tidak dihiraukan lagi, lihatlah tayangan ekstrem kuliner…!!! Juga ada yang maksain jadi banci karena dianggap lucu.
7. Hilangnya acara bermutu, dulu ada “Bajaj Bajuri” sitkom yang menampilkan realitas kehidupan sehari-hari kota Jakarta, katanya dihapus karena bertentangan dengan program langit birunya Pemda DKI. Sebenarnya bisa dilanjutkan si Bajuri yang dapat bantuan kredit Bajaj BBG, dengan judul baru B4G (Bajaj Bajuri Bahan Bakarnya Gas), dan Si Doel Anak Sekolahan.

Analisis atau Paranoid…?

Dari beberapa kebobrokan tayangan yang ada di televisi swasta tersebut di atas, penulis memiliki kecenderungan mencurigai adanya “Grand Strategy” dari “barat” (Yahudi dibelakangnya) untuk menghancurkan moral dan akhlak bangsa ini dengan dibungkus/berdalih pada kebebasan : arus informasi, dan pers, yang mengglobal. Alasannya mungkin terlalu sederhana, karena sebagai mayoritas muslim terbesar di dunia, mereka masih berfikir dua kali untuk menghancurkan secara frontal, mereka sangat faham bahwa sikap masyarakat muslim Indonesia yang cenderung militan.

Barat memang sudah dengan sengaja menyerang untuk merontokkan moral dan akhlak bangsa ini dari berbagai sektor, mulai dari makanan/minuman, pakaian (sedemikian murahnya baju tank top dibandingkan dengan busana muslimah), hiburan, informasi.

Mandulnya peran institusi yang mengkontrol itu semua seperti KPI, MUI, dll membuat mereka semakin merajalela bergerak, lembaga-lembaga tersebut diam tak bernyali, bergerakpun sebatas basa-basi dikala banyak mendapat kecaman, apakah mereka sungguh-sungguh menghadapi ekses ini…?? Atau mereka memang takut karena berada dalam tekanan pihak luar…?? Wallahualambisawab.

Sudah sepantasnya dan gak perlu malu untuk mencontoh Pemerintah Cuba, lihatlah tayangan yang ada di negeri ini yang sebagian besar (63%) berisi siaran pendidikan yang dibawakan langsung oleh para professor yang mengajar di universitas, tidak heran negeri kecil ini angka melek hurufnya 100% dan mereka rata-rata berintelektualitas tinggi, karena pemerintahnya mewajibkan setiap warga negaranya untuk mengikuti pendidikan hingga perguruan tinggi, dan biaya pendidikan di Cuba gratis, itulah komitmen tinggi yang dibuat oleh Castro dan Che Guevara (lihat tulisan saya : Sang Idealis Sejati Yang Tak Lekang Oleh Masa), sekarang bandingkan dengan beberapa stasiun televisi swasta yang ada di Negara kita dalam satu hari siaran mulai dari jam 04.35 s/d 03.00 di 4 (empat) stasiun tv-swasta terbesar, dengan rata-rata memiliki 23 – 39 mata acara/hari, hasilnya….!? Astaghfirullah al’adzim…. Mereka mengisinya dengan acara-acara hiburan yang kebanyakan : sinetron, bahkan sampai tengah malam, acara “ghibah” alias gossip (hampir semua stasiun televisi memiliki acara laknat dan biadab ini) yakni dengan total acara hiburan sebanyak 71,4%, kalau mereka lantas marah dan protes serta mengklaim bahwa stasiun televisi mereka sudah mendidik pemirsanya silahkan saja…!! Data membuktikannya dan mendidik apa pada pemirsanya…!?

Bila hal ini didiamkan terus maka secara perlahan tapi pasti media televisi kita menjadi mesin paling ampuh untuk merusak moral dan akhlak anak bangsa. Dulu dikala stasiun televisi cuma ada satu dijadikan corong Pemerintah untuk menyampaikan kebohongan dan program cuci otak dengan doktrin tayangan wajib tiap bulan September yakni film G30S PKI, kini ketika rame-rame orang sanggup bikin stasiun televisi swasta, mereka bukannya mencerdaskan bangsa tapi merusak moral bangsa, karena bangsa ini belum siap untuk menyerap secara bebas arus informasi yang masuk, peran lembaga independen bernyali besar yang membatasi/menghentikan siaran yang tidak mendidik.

Semoga apa yang tengah digodok oleh Pemda Tangerang bersama para ulamanya dalam menelurkan perda yang melarang para warga Tangerang untuk menghidupkan televisi pada jam : 18.00 s/d 20.00 untuk memberikan ketenangan dan kenyaman warganya untuk menjalankan ibadah sholat maghrib, isya dan menjalankan kegiatan belajar, dan ini bukanlah langkah yang mustahil bila semua pihak mendukungnya.


Jakarta, 25 April 2008

Prie "Rain Pebble" handhono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar