Entri Populer

Kamis, 13 Agustus 2009

Mimpin Baru Seumur Jagung Sudah Dihabisi



Era tahun 1960an adalah era kebangkitan jati diri bangsa-bangsa di negera dunia ke tiga. Ya! Di era inilah para pemimpin negara-negara dunia ke tiga dengan semangat nasionalismenya masing-masing telah berani menyatakan kata Tidak! Untuk tunduk kepada imperialis barat yang dimotori oleh Amerika Serikat dan sekutunya di Eropa Barat.

Indonesia punya Presiden Soekarno, sang founding father. Dia dengan tegas-tegas menyatakan perangnya kepada kaum imperialis dan antek-anteknya yang selalu ingin kembali menancapkan pengaruhnya di kawasan Asia. Malaysia sebagai negara yang pada saat itu sama-sama bau kencur dalam hal menghirup kemerdekaan (itupun juga bloeh dikasih) telah merasakan ‘gerah’ dan takut menghadapi kegarangan kebijakan Ganyang Malaysia yang dicanangkan oleh almarhun Soekarno.




Cuba memiliki legenda hidup Sang Idealis Sejati, Fidel Castro dengan tandem perjuangannya Dr. Che Guevara telah membuat frustrasi dan gagal totalnya Amerika Serikat dalam perang di Teluk Babi-Cuba ketika niatnya hendak menjatuhkan sang pemimpin Fidel Castro, bahkan Amerika Serikat telah dibuat malu oleh Castro, yakni Washington diminta mengganti biaya kerugian perang sebesar 53 juta USD dan ini dituruti, atas kegagalan mereka untuk menjatuhkan dan merebut Guantanamo.


























Benua hitam Afrika, tepatnya Kongo memiliki seorang Perdana Menteri yang juga tangguh dalam menghadapi tekanan Amerika Serikat, Ya! Dialah Patrice Emery Lumumba, Perdana Menteri Republik Demokratik Kongo yang telah membuat geram dua utusan gedung putih ketika Patrice Lumumba di undang ke kantor pusat PBB di Washington, karena sikapnya yang tidak mudah ditundukkan untuk mengikuti kemauan Eisenhower.

Penulis tertarik mengangkat tokoh ini, karena perjalanan hidupnya yang tragis justru dia tidak lama berada di puncak karirnya sebaga Perdana Menteri setelah membantu kemerdekaan negerinya dari jarahan Belgia sekutu imperialis Amerika Serikat yang telah menghisap bumi propinsi Katanga yang kaya akan bahan tambang. Profil Patrrice Lumumba penulis angkat karena kisah tragis kematiannya telah diungkap, bahwa ajalnya kematiannya akibat ketidaksenangannya Eisenhower kepada Patrice Lumumba yang terlalu akrab dengan Uni Sovyet. Harian Tempo terbitan tahun 1981 telah mengungkap skenario pembunuhan atas dirinya, yang akan penulis sajikan dibawah ini. Ada baiknya profil singkat sang Perdana Menteri ini diperkenalkan, karena mungkin banyak diantara kita yang belum mengenal tokoh idealis ini :


Patrice Lumumba (2 Juli 1925 – 17 Januari 1961) adalah pemimpin anti-kolonial Afrika dan Perdana Menteri Republik Demokratik Kongo pertama yang dipilih secara demokratis, setelah membantu proses kemerdekaan negara itu dari Belgia pada Juni 1960. Sepuluh minggu kemudian, pemerintahan Lumumba dijatuhkan pada kudeta Krisis Kongo. Ia kemudian dipenjara dan dibunuh secara kontroversial pada Januari 1961.
Namanya pernah dijadikan nama suatu jalan di daerah Gunungsahari, Jakarta, oleh Soekarno sebagai tanda solidaritas negara-negara Asia-Afrika. Namun demikian, pada masa Orde Baru nama jalan ini diganti, karena Patrice Lumumba dianggap beraliran kiri.

Berikut, inilah kisah tragis sang pahlawan Kongo yang sempat memimpin negerinya selama sepuluh minggu, sebelum akhirnya di bunuh oleh Joe From Paris, seorang agen CIA. Simaklah skenarionya dibawah ini :

PERINTAH MEMBUNUH SANG PERDANA MENTERI :

Tokoh Kongo, Patrice Emery Lumumba, kematiannya diliputi misteri. komisi penyelidik as tak juga bisa membongkar dengan pasti keterlibatan cia dalam kasus ini.
POS dinas rahasia Amerika Serikat--CIA-di Leopoldville, ibukota Kongo, menerima kawat. Bunyinya: 'Joe dari Paris' akan datang membawa instruksi khusus untuk sebuah misi yang sangat penting. Pesan yang diterima 19 September 1960 ini dikirimkan sangat rahasia, dan hanya boleh dibaca komandan pos. Seminggu sesudah itu, 'Joe dari Paris' tiba di Leopoldville. Joe misterius itu ternyata seorang ahli bio-kimia yang punya kedudukan sangat pentin di CIA. Ia membawa sebuah kotak racun yang khusus dibuat--cairan berisi virus yang mematikan. Dan racun itu dipersiapkan untuk diri Patrice Lumumba, tokoh Kongo yang dianggap pro-Soviet--kala itu duduk di kursi perdana menteri. 'Joe dari Paris' melengkapi rencana penyingkiran itu dengan menginstruksikan: agar racun itu dicampurkan ke makanan atau odol.

"Perintah ini datang dari puncak,"katanya meyakinkan komandan pos. Yang diaiak bicara bengong. Dalam kepalanya terbayang: Dwight D. Eisenhower, Presiden Amerika Serikat. Bukan cuma si komandan pos. Siapa pun akan terkejut mendengar keterangan semacam itu. Seorang presiden yang terhormat, dari sebuah negara besar yang paling berpengaruh, membuat perintah untuk membunuh ? Kendati sudah jauh berlalu, berita ini tetap saja membuat orang jadi penasaran. Dan memang, buku yang memuat "kejutan" ini, The Congo Cables: from Eisenhower to Kennedy bakal terbit dalam waktu dekat --dan diperkirakan akan laku keras. Buku ini disusun Madeleine G. Kalb. Merupakan lamaran. Penyelidikan Komisi Frank Church yang ditunjuk Kongres Amerika Serikat. Komisi ini sendiri cukup pusing.

Kendati sudah membongkar berbagai dokumen dan mewawancarai sejumlah orang yang diduga terlibat, mereka tak juga bisa menyimpulkan dengan pasti keterlibatan CIA dalam kasus terbunuhnya Lumumba. Tapi komisi toh menyimpulkan, tak bisa disangkal CIA membuat rencana untuk membwnuh Lumumba," tulis lG. Kalb. la menuliskan ikhtisar bukunya di The New York Times Magazine. Ancar-ancar awal rencana pembunuhan itu, yang ditemukan Komisi Church, tercatat: Juli 1960. Waktu itu diselenggarakan pertemuan para pejabat Amerika Serikat dengan para pemimpin 50 negara Afrika yang baru merdeka. Lumumba hadir. Negerinya merdeka 30 Juni 1960. Tinggi, kurus, dengan pandangan yang bersinar di balik kacamatanya, Lumumba dicatat sebagai orang yang pandai pidato dan radikal. Ia disebutkan pula membentuk kabinet "kiri"--dan diduga pernah menerima suap dari Partai Komunis Belgia. CIA memberi tanda merah pada catatan itu. Dua minggu setelah Lumumba pulang, CIA membuka kembali arsip tentang tokoh ini.

Kini dengan perhatian yang jauh lebih besar. Sebab baru saja diterima berita: Lumumba memprotes kegiatan pasukan Belgia--bekas penjajah Kongo--yang belum ditarik. Berita itu jadi terasa lebih penting karena ditambahi catatan kaki: Lumumba meminta bantuan instruktur militer Uni Soviet untuk melawan "agresi imperialis" Belgia. Sebuah pertemuan khusus diselenggarakan di Departemen Luar Negeri AS. Di situ disimpulkan: Lumumba seorang komunis. "Orang ini berbahaya, dan bisa lebih kejam dari Castro," kata Allen W. Dulles, direktur CIA dan adik Menteri Luar Negeri John Foster Dulles. Akhir Juli, ketika Lumumba sekali lagi datang ke AS untuk berbicara dengan Sekjen PBB Dag Hammarskjold, para pejabat AS sekali lagi mencoba mendekati tokoh Afrika ini.

Dua orang pembantu Menteri Luar Negeri, Douglas Dillon dan Christian Herter, datang menemu Lumumba di markas besar PBB. Pendekatan ini gagal. Dalam pembicaraan, yang disebut Douglas Dillon sebagai "setengah jam penuh frustrasi," malah terjadi pertengkaran. Lumumba memaki dua tokoh AS itu sebagai "irasional dan sakit jiwa". "Impresi yang saya dapat," kata Dillon, "sangat, sangat buruk. Kita tak mungkin membuat janji dengan orang ini." 1 Agustus 196 Presiden Eisenhower mengadakan pertemuan dengan Direktorat Keamanan Departemen Luar Negeri. Topik pembicaraannya tak lain Kongo.

Dalam pertemuan itu dibahas kemungkinan jatuhnya basis militer Belgia ke tangan Soviet. Akhirnya diputuskan: AS harus siap setiap waktu dengan operasi militer, mencegah intervensi militer Soviet di Kongo. "Sesudah pertemuan inilah, muncul kemungkinan untuk menyingkirkan Lumumba," kata Douglas Dillon kepada Komisi Church kemudian. "Pentagon diperintahkan untuk menyelenggarakan pertemuan, bersama CIA membentuk sebuah tim khusus untuk misi ini." Namun Dillon belum lagi dapat memastikan, bisakah "penyingkiran" ini diartikan pembunuhan. Sebab di Departemen Luar Negeri dibentuk pula tim yang ditugasi mendekati Lumumba lewat Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Toh usaha Deplu AS menemui kesukaran. Pertengahan Agustus timbul ketegangan antara Kongo dan PBB. Lumumba menuduh Sekjen PBB ditekan negara-negara Barat. Waktu itu, dan Hammarskjold menolak permintaan Lumumba untuk mendesak Belgia menarik mundur pasukannya dari Provinsi Katanga - daerah pertambangan yang masih berada di bawah lindungan pasukan Belgia. Lumumba mengancam kan mengusir pasukan PBB--yang diempatkan di negerinya untuk menengahi persengketaan, akibat Katanga gin berdiri sendiri. Lawrence Devlin, komandan pos CIA di Leopoldville, mengirimkan kawat dengan gambaran keadaan begini: Tokoh-tokoh komunis sudah mengambil alih pemerintahan.
Berbagai kekuatan mulai nampak, antara lain Paromunis dan kelompok-kelompok dan dibentuk orang-orang Soviet. Lumumba dengan gaya komunis telah berhasil membangkitkan rasa anti-Barat." Devlin menilai, keadaan di Kongo, sudah gawat. Ia memperkirakan, dalam waktu tak lama Kongo akan jadi Kuba kedua. Karena itu ia mengusulkan agar - mulai memikirkan kemungkinan mengganti Lumumba dengan seseorang yang pro-Barat, selama itu masih mungkin. Menghadapi perkembangan keadaan ini,
Direktorat Keamanan Deplu AS sekali lagi mengadakan pertemuan. Hadir dalam pertemuan itu: Presiden Eisenhower, Direktur CIA Allen W. Dulles dan kepala CIA divisi Afrika.

Douglas Dillon--yang kemudian ditunjuk mengepalai proyek Kongo-menjelaskan laporan Devlin dan menekankan, bila pasukan PBB diusir dari Kongo, besar kemungkinan pasukan Soviet akan masuk. Presiden Eisenhower kemudian mengambil keputusan. "Kita harus mempertahankan pasukan PBB di Kongo, kalau perlu menambahnya dengan pasukan dari Eropa, sekalipun ini bisa jadi alasan bagi Soviet untuk membuka peperangan," katanya. KEPUTUSAN Eisenhower ini dibawa ke markas PB. Namun, Dag Hammarskjold dan Henry Cabot Lodge--duta besar AS di PBB--menolak jalan keras AS. Mereka bahkan menyebutkan, PBB tak mungkin mempertahankan pasukannya bila pemerintah Kongo menolak. Eisenhower naik pitam mendengar tanggapan Hammarskjold dan Lodge. la menyebutkan Lodge salah menilai. Menurut Eisenhower, tak ada indikasi Kongo menolak kehadirari pasukan PBB. Masalah di Kongo, menurut presiden AS itu, terletak pada Lumuba yang didorong-dorong Soviet.

Di saat inilah konon Eisenhower mengajukan kemungkinan untuk "menghabisi" Lumumba, kendati tak satu pun kata yang diucapkan sang presiden segera bisa diasosiasikan dengan "membunuh ". Robert H. Johnson, seorang staf Deplu yang kebetulan ikut hadir dalam pertemuan itu memberi kesaksiannya --di bawah sumpah--kepada Komisi Church. "Presiden waktu itu menyebutkan sebuah kata, yang tak saya ingat lagi apa namun membangun asosiasi 'membunuh' pada saya," katanya. "Saya ingat betul perasaan saya waktu itu, saya sangat terkejut," kata staf Deplu itu lagi. Johnson mengakui, di saat itu ia mencoba juga memberi tafsiran lain terhadap kata-kata Presiden Eisenhower, dan memang mungkin.

Waktu itu saya sudah pikir-pikir, mungkin yang dimaksud Eisenhower adalah aksi politik," katanya. Tapi sebegitu jauh Johnson menjelaskan, itu tak dimasalahkannya benar. Sebab ia tahu, untuk perintah-perintah macam itu eufemisme senantiasa ada. Namun Dillon sendiri yang menerima langsung instruksi presiden, beranggapan tak satu pun kata yang diucapkan presiden yang bisa dihubungkan dengan pembunuhan. "Eisenhower waktu itu mengatakan: 'Kita harus berikhtiar sebisanya untuk terlepas dari orang itu.' Saya tidak melihat ini bisa diartikan sebagai perintah untuk membunuh," katanya.

Allen W. Dulles, direktur CIA yang mendapat tugas menjalankan operasi Kongo, tak sempat bisa didengar kesaksiannya. Ia sudah meninggal. Tapi menurut keterangan Dillon, direktur CIA itu tak sampai bertanya-tanya apa yang dimaksudkan presiden. "Dalam hal-hal semacam itu seorang direktur CIA tahu, dia mendapat wewenarg penuh untuk menempuh jalan apa pun," kata Dillon pada Komisi Church. Ia pun menjelaskan, bahwa seorang direktur CIA juga tahu, nama presiden senantiasa dicegah keterlibatannya dalam operasi-operasi gelap.

"Dulles tahu, dialah yang akan bertanggung jawab atas operasi apa pun yang akan dijalankan terhadap Lumumba, baik sebagai pribadi ataupun sebagai direktur ClA. Itu kewajibannya," katanya. Dan Dulles memang segera mengambil tindakan. Sehari sesudah Eisenhower marah-marah, Richard Bisell-kepala bagian operasi gelap CIA-mengirim kawat rahasia ke pos CIA di Leopoldville. lsinya menginstruksikan Lawrence Devlin untuk sebisanya mencari kelompk pengganti Lumumba, dan menggsok untuk mau merebut kekuasaan. Dua hari kemudian Devlin mengirim balasan, menjelaskan, kelompok anti-Lumumba sebenarnya sudah terhimpun. Namun kelompok itu gagalmembunuh Lumumba karena Presiden Kongo Joseph Kasavubu menolak main keras.Malahan Presiden Kongo itu berpendapat, tak ada tokoh yang lebih cemerlang daripada Lumumba di Kongo.

Di saat yang sama sejumlah informasi masuk. Kedutaan Amerika di Leopoldville melaporkan, 100 ahli teknik Soviet dan Cekoslowakia telah tiba di Kongo. Henry Cabot Lodge dari markas PBB juga mengirimkan berita, PBB mengkhawatirkan ada sejumlah senjata dimasukkan secara gelap ke Kongo. Bukan cuma itu, Kedutaan Besar AS di Athena mengirimkan laporan, sejumlah pesawat cargo yang membawa makanan dengan tujuan Kongo minta iin melewati wilayah Yunani. Diduga keras pesawat ini membawa juga senjata. Dan yang paling mengkhawatirkan AS, Lumumba memerintahkan pasukan Kongo untuk bergerak ke selatan menuju Katanga.

Perkembangan terakhir ini menimbulkan kepanikan di Deplu AS, yang lalu merambat ke Gedung Putih. 25 Agustus, Gordon Gray, pembantu khusus presiden untuk bidang keamanan, untuk kesekian kalinya menyelenggarakan pertemuan. Dalam pertemuan itu usaha menyingkirkan Lumumba lewat jalan politik dinilai kurang efektif. Cara itu hendaknya diganti dengan cara yang lebih keras yang makan waktu tidak lama. Kepada Komisi Church, Richard Bisell mengaku mendapat instruksi dari presiden lewat Gordon Gray. Dalam instruksi itu dikatakan, penggeseran Lumumba "bisa lebih agresif". Untuk itu Bisell mendapat wewenang lebih besar lagi. Ia mendapat dana khusus dan diperbolehkan mengambil keputusan tanpa konsultasi. Tentu saja, otomatis, Bisell menafsirkan instruksi ini berarti pula: "bunuh kalau perlu". Bisell lalu menghubungi Sidney Gottlieb, ahli biokimia yang jadi pembantunya. Kepada Gottlieb dikatakannya, ia mendapat instruksi dari pimpinan tertinggi untuk menyingkirkan Lumumba. Gottlieb kemudian membuat semacam racun yang berisi virus--biasanya ditemukan di Afrika--yang mematikan.

Untuk menunjukkan bagaimana racun ini harus digunakan, Gottlieb lalu diutus ke Leopoldivlle dengan nama 'Joe dari Paris'. TAPI di saat itu keadaan di Kongo tiba-tiba berubah. Lumumba dipecat Presiden Joseph Kasavubu karena operasi militernya mengakibatkan ribuan penduduk sipil tewas. Bukan cuma itu, Lumumba juga mendapat kecaman karena ia ternyata menggunakan senjata dan kendaraan-kendaraan militer buatan Soviet. Dalam keadaan kisruh itu, Devlin berhasil mendekati Kolonel Mobutu-orang kedua dalam angkatan perang Kongo--untuk merebut kekuasaan. Berhasil. Mobutu lalu memecat semua anggota kabinet "kiri", juga rnengusir diplomat dan instruktur militer Soviet dan Cekoslowakia yang ada di Kongo. Kolonel itu kemudian jadi sangat berpengaruh. Devlin menilainya sebagai rezim yang stabil. Memang, Mobutu berkuasa sampai sekarang, ia menjadi presiden dengan nama Mobutu Sese Seko. Kongo, 1971, digantinya jadi Zaire.

Namun, Devlin masih khawatir. Ia rnengirim pesan ke Washington, untuk sementara kekuatan cadangan masih harus disiapkan. Devlin menilai Lumumba masih bisa kembali berkuasa. Dulles setuju. Proyek racun Bisell yang tertunda lalu dilanjutkan, dan Gottlieb pun berangkat ke Leopoldville. Di samping itu dipersiapkan pula pasukan khusus yang direncanakan akan diselipkan di antara pasukan PBB. Merasa masih juga kurang, Dulles rnenyiapkan sejumlah penembak-penembak tepat yang diperlengkapi senjata khusus: senapan dengan peredam dan teleskop paling modern. Tapi Devlin toh kaget ketika menerima Gottlieb. "Rasanya saya tak pernah mengabari Washington, bahwa Lumumba adalah orang yang bisa menimbulkan pecahnya Perang Dunia III. Menurut saya tak mungkin perang itu akan pecah cuma gara-gara seseorang bertingkah laku aneh. Saya menilai Lumumba sebagai orang yang bisa menyulitkan kedudukan AS di Kongo. Tak lebih dari itu," kata Devlin, memberi kesaksiannya kepada Komisi Church. Lewat dua bulan sesudah kedatangan Gottlieb di Kongo, proyek racunnya dinyatakan gagal. Devlin tak bisa menemukan cara untuk mengirimkan racun Gottlieb kepada Lumumba. Dan dalam jangka waktu itu, virbs itu telah rusak karena tidak disimpan di tempat khusus. Gottlieb kembali ke Amerika Serikat, 5 Oktober, setelah membuang racunnya di Sungai Kongo. Misi Gottlieb yang gagal kemudian digantikan misi kedua, yang sudah disiapkan sebagai cadangan.

Sejumlah pasukan khusus dan penembak-penembak mahir dikirim ke Leopoldville. Bersama misi kedua ini Bisell mengutus Justin O'Donnell, seorang agen.senior ClA. O'Donnell mendapat instruksi untuk "menyingkirkan" Lumumba dengan cara apa pun. O'Donnel sendiri tak bisa memastikan apa instruksi itu berarti pula wewenang untuk membunuh. Tapi ini tak sampai ditanyakannya, karena ia mengalukan rencana yang tidak menyertakan pembunuhan. Saya akan menyiasati Lumumba, menangkapnya dan menyerahkannya kepada pemerintah Kongo untuk diadili," kata O'Donnell pada Kmisi Church, mengisahkan pengalamannya. Tapi O'Donnell tak sempat menangkap Lumumba. Lumumba menghilang dari Leopoldville sejak 27 November, setelah PBB mengumumkan delegasi Kasavubu menang dalam pemungutan suara. Lumumba lari ke Stanleyville, 180 kilometer di sebelah timur Leopoldville, basis kekuatannya sejak lama. Tapi dalam pelarian itu ia tertangkap, kemudian dipenjarakan di Thysville. Namun 13 Januari 1961 timbul keributan di Thysville.

Pasukan garnisun, Thysville yang ditugaskan menahan Lumumba minta upah tambahan pada Mobutu. Dengan ancaman: bukan sekedar melepaskan Lumumba, tapi mengembalikannya ke puncak kekuasaan. Tiga hari sesudah keributan di Thysville, Mobutu memindahkan Lumumba ke penjara Elizabethville, ibukota Provinsi Katanga yang dipimpin Moise Tshombe--musuh Lumumba sejak lama. Untuk terakhir kalinya Lumumba terlihat turun dari pesawat terbang, terikat, disepak dan dipukuli tentara Katanga, kemudian dilemparkan ke dalam jeep. Sesudah itu tak seorang pun tahu di mana Lumumba. 13 Februari, garnisun Katanga mengumumkan Lumumba melarikan diri ke hutan, dan kemungkinan besar telah dibunuh orang-orang primitif yang bermukim di hutan. Tapi tak seorang pun percaya pada pengumuman itu.
Konon Lumumba mati dibunuh tentara bayaran Belgia dan tentara Katanga, 17 Januari--hari kedatangannya di Elisabethville--atas perintah Moise Tshombe. Dengan demikian nampaknya AS tak terlibat dalam kasus pembunuhan Lumumba. Tapi ada pendapat, bahwa AS terlibat dalam kasus itu karena menghasut penguasa-penguasa baru di Kongo agar membunuh Lumumba. Hubungan ini dijalin lewat kedutaan, hingga agen-agen CIA tak begitu mengetahuinya, juga Devlin. Konon ini kemudian menjadi proyek tingkat atas. Memang, tak ada bukti-bukti yang pasti.

Lepas dari ketiga tokoh tersebut di atas yang dianggap pro komunis yang sudah mati itu, penulis tidak hendak mengungkap pandangan politiknya yang ke kiri-kirian sehingga menuai kebencian dari negara-negara yang berpaham demokratis dan sekular yang ternyata juga tidak menjamin kesejahteraan buat rakyatnya, akan tetapi penulis hanya mengangkat sisi patriotisme dan idealismenya untuk membangun jati diri bangsa yang bebas dari pengaruh tekanan pihak luar.

Jakarta, 13 Agustus 2009
Prihandhono