Entri Populer

Selasa, 09 Juni 2009

Penghuni Gua



Sangat menarik ketika mencoba mencermati Surah Al Kahfi (18) (Penghuni Gua), khususnya pada Ayat 63 – 78. Pada surah ini adalah tak lain adalah bentuk dari teguran Allah SWT kepada Nabi Musa. As ketika secara tersirat Nabi Musa sedikit tinggi hati ketika berdiri dihadapan khalayak Bani Israil, seperti apa yang Baginda Nabi Muhammad SAW sabdakan berikut ini :



“Sesungguhnya, pada suati hari, Nabi Musa berdiri di depan kaum Bani Israil, lalu beliau ditanya, “Siapakah orang yang paling berilmu?” Jawab Nabi Musa, “Aku.” Ketika ditanya, “Adakah orang-orang yang lebih berilmu dari Anda?” Nabi Musa Menjawab, “Tidak ada.” Lalu Allah SWT menegur Nabi Musa dengan firman-Nya, “Sesungguhnya, di sisi-Ku ada seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan dan dia lebih berilmu daripada kamu.”


Lantas, Nabi Musa pun bertanya, “Allah, di manakah aku dapat menemuinya?” Allah pun berfirman, “Bawalah bersama-sama kamu seekor ikan dalam keranjang. Sekiranya ikan itu hilang, di situlah kamu akan bertemu dengan hamba-Ku itu”



Selanjutanya Al Qur’an sendiri mengatakan dalam Surah Al-Kahfi (18). Ayat 63-78 bagaimana Perjalanan Nabi Musa untuk menemui hamba Allah (Nabi Khidir) yang shaleh untuk berguru kepadanya :



63. Muridnya menjawab: Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali. (QS. 18:63)



64. Musa berkata: Itulah (tempat) yang kita cari. Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (QS. 18:64)

65. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. (QS. 18:65)

66. Musa berkata kepada Khidhr: Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu (QS. 18:66)



67. Dia menjawab: Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. (QS. 18:67)

68. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu (QS. 18:68)

69. Musa berkata: Insya Allah kamu akan mendapatkanku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun. (QS. 18:69)



70. Dia berkata: Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tetang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu. (QS. 18:70)



71. Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidihr melobanginya. Musa berkata: Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat kesalahan yang besar. (QS. 18:71)

72. Dia (Khidihr) berkata: Bukankah aku telah berkata: Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku (QS. 18:72)



73. Musa berkata: Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku. (QS. 18:73)



74. Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidihr membunuhnya. Musa berkata: Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar. (QS. 18:74)

75. Khidhr berkata: Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku (QS. 18:75)



76. Musa berkata: Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku. (QS. 18:76)



77. Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu. (QS. 18:77)



78. Khidihr berkata: Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. (QS. 18:78)

Selama di utus oleh Allah SWT, untuk berguru kepada Nabi Khidir rupanya Nabi Musa As tidak dapat menahan kesabaran melihat betapa anomalinya perbuatan Nabi Khidir menurut pandangan normal Nabi Musa. As yang sesungguhnya dia tidak mengetahui apa maksud yang sebenarnya dari perbuatan Nabi Khidir tersebut. Maka tibalah saatnya mereka berpisah, dan sebelum berpisah Nabi Khidir menerangkan kepada Nabi Musa. As maksud dari semua perbuatannya itu, seperti yang dikatakan dalam Al Qur’an Surah Al Kahfi (18), Ayat 79 – 82 sebagai berikut :



79. Adapun bahtera itu kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena dihadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. (QS. 18:79)



80. Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mumin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. (QS. 18:80)



81. Dan kami menghendaki, supaya Rabb mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anak itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). (QS. 18:81)



82. Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Rabbmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanan itu, sebagai rahmat dari Rabbmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. (QS. 18:82)



Catatan :

Menurut saya banyak hikmah yang dapat dipetik dari tulisan di atas kepada kita semua yang mengaku beriman hendaknya dapat :

1. Bila seseorang sudah bisa rajin menghadiri majelis taklim ke berbagai tempat, bahkan sudah bisa mengajak saudaranya yang lain untuk berbuat kebaikan, hendaknya dia juga bisa menjaga lisannya untuk tidak membuat ghibbah, dan hendaknya pula dia bisa menjaga keingintahuannya lebih dalam terhadap situasi anomaly dilingkungannya, karena sesungguhnya dia tidak pernah tahu apa yang diperbuat oleh orang lain, akan tetapi ketika dia sudah mulai berani memperbincangkannya tanpa tahu kondisi lebih dalam, maka dikhawatirkan bila tidak benar akan menjadi fitnah.

2. Bersikap sabarlah ketika melihat sesuatu yang dianggapnya diluar batas pengetahuannya dengan tidak gegabah menjustifikasi perbuatan saudaranya adalah salah sebelum dirinya mengetahui lebih jauh dengan bertanya kepada saudaranya itu, tentunya bukan dengan pertanyaan yang bersifat menghakimi. Ketika hal ini terjadi, maka tengoklah diri sendiri, sudah benarkah diri ini ? dan sudah layakkah diri ini menjadi suri tauladan buat orang lain ?

Semoga artikel yang saya kutip dari Republika on line (Ahad, 7 Juni 09), dan Al qu’ran ini sedikit banyak dapat membawa manfaat buat semua.


Kaimuki,

Greatangel